Ritus
Siraman Sebagai Salah Satu Upacara
Untuk
Menempuh Hidup Perkawinan
I.
Pengantar
Dalam Komunitas Jawa, ritus
atau upacara-upacara yang berhubungan dengan peristiwa kehidupan manusia
sungguh mengambil titik paling utama dan penting sehingga ritus atau upacara
itu dihidupi dan terus dijalankan dan diwariskan secara turun temurun. Lewat
ritus itu juga, kehidupan budaya akan diperkaya karena semuanya akan melengkapi
untuk mencapai taraf kelayakan dan kepantasan. Kebudayaan itu sendiri hasil
dari karya manusia yang akan mempunyai hubungan timbal-balik.
Dalam pembahasan ini, ritus
yang akan digali lebih dalam adalah Ritus Siraman menjelang upacara
perkawinan. Ritus Siraman ini adalah salah satu syarat untuk memenuhi upacara
perkawinan menurut adat jawa yang diwariskan turun-temurun. Ritus ini akan
dilihat dari pengertian, waktunya, tujuan, syarat-syarat yang digunakan, tata
cara, doa, dan maknanya. Selanjutnya dalam refleksi akhir, yang akan coba mengkaitkannya
dengan iman Kristiani. Tentu berdasar dari dasar biblis. Apakah gereja sendiri
khususnya Gereja (umat Jawa) kristiani sungguh menerimanya?
II.
Arti Ritus Siraman
Kata Siram dan Siraman
tidaklah asing lagi bagi orang jawa karena kata itu sering diucapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata Siram dan
Siraman memiliki arti yang hampir sama. Kata Siram dapat
diartikan “mandi”.
Di sini mau ditegaskan bahwa mandi adalah tindakan aktif yang dilakukan oleh
orang tersebut untuk membersihkan diri dari kotoran dengan menggunakan air yang
bersih. Sedangkan Siraman dapat diartikan “guyuran” atau “curahan”.
Sebagai tindakan pasif karena yang melakukan tindakan bukan dirinya sendiri melainkan
orang lain yang menyiraminya dengan air. Selain itu juga, kata siraman juga
diartikan dimandikan.
Siraman berdasarakan buku yang
tulis oleh Drs. Suwarna Pringgwidagda adalah upacara mandi kembangan bagi calon
pengantin putra dan wanita sehari sebelum upacara panggih. Siraman juga disebut
adus kembang karena air yang digunakan dicapur dengan kembang sritaman. Sri
artinya raja, taman artinya tempat tumbuh. Jadi sritaman berarti
memilih bunga khusus (rajanya bunga), yaitu bungan mawar, melati, dan kenanga.
Siraman juga disebut ados pamor. Air mandi yang digunakan siraman
merupakan perpaduan (pamoring) air ’suci’ dari berbagai sumber air,
dicampur (diwor) menjadi satu. Selain itu, siraman juga merupakan awal
pembukaan pamor (aura) agar wajah calon pengantin tampak bercahaya.
III.
Waktu dan tempat siraman
Upacara siraman dilakukan
antara pukul 10.00-15.00, sehari sebelum upacara panggih. Menurut mitos jawa,
pada pukul 11.00 para bidadari turun mandi bersama bersukaria. Maka, agar dapat
secantik dan seceria bidadari, calon pengantin juga mandi pukul 11.00 siang. Namun,
ada pula calon pengantin yang mandi sekitar pukul 15.00. Hal ini dimaksudkan
demi kepraktisan. Selesai siraman, calon pengantin langsung dirias, inilah
disebut upacara ngerik guna menyambut dan mempersiapkan upacara
selanjutnya yakni upacara midodareni. Dalam Keraton Yogyakarta, tempat
yang biasa dipakai untuk upacara siraman adalah bagi calon pengantin putri dilaksanakan
di keputren atau di Bangsal Sekar khedaton. Sedangkan calon pengantin
pria, di Kasatrian atau di Gendhong Pompa.
Lalu bagaimana di masyarakat
pada umumnya? Upacara siraman dalam masyarakat pada umumnya dapat dilaksanakan
dikediaman calon pengantin wanita, baik untuk calon pengantin wanita itu
sendiri maupun calon pengantin pria. Hal ini dimaksudkan hanya demi kepraktisan
saja, terutama bagi calon pengantin pria yang berasal dari tempat yang jauh. Selain
itu, upacara siraman dapat dilaksanakan dikediaman masing-masing pengantin.
Maka jika itu dilaksanakan dikediamannya masing-masing, sebelum upacara siraman
dilaksanakan, pihak orang tua putri mengirimkan sedikit air siraman (yang telah
dicampur) secara simbolis kepada orang tua pihak pria untuk siraman calon
pengantin pria. Demi kelayakan, kepantasan dan keelokan tempat upacara siraman
dihias janur dan bunga sehingga tampak indah dan harum, asri dan mempesona.
IV. Tujuan Siraman
Upacara tidak mungkin jika tidak tanpa tujuan. Sebagai upacara yang terus
diwariskan, dihidupi dan dilestarikan adalah suatu upacara yang penting.
Penting berarti menimbang berbagai unsur yang ada di dalamnya. Ritus siraman
adalah sebuah ritus yang memiliki kesakralan, keagungan, kedalaman makna yang
di dalamnya terdapat sebuah pengharapan akan tujuan. Berharap mengandaikan ada sebuah
cita-cita bermakna yang ingin dicapai. Lalu apa saja yang menjadi tujuan dasar
calon pengantin putra dan calon pengantin putri melaksanakan ritus siraman
sebelum pada pelaksanaan upacara perkawinan? Ada beberapa hal yang penting
diantaranya antara lain:
1. Ritus siraman memiliki tujuan memohon
berkah dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa agar calon pengantin dibersihkan dari
segala godaan dan pengaruh buruk., sehingga dapat melaksanakan upacara hingga
selesai dengan lancar dan selamat. Selain itu, calon pengantin juga selamat
dalam membangun rumah tangga dan dapat mencapai tujuan perkawinan.
2. Ritus siraman menyucikan diri agar
pelaksanaan upacara perkawinan lebih kidmat dan selamat, karena keesokan
harinya akan melaksanakan upacara perkawinan yang sakral dan agung.
3. Ritus siramana membersihkan segala kotoran
hingga bersih “resik” seutuhnya, resik jiwa dan resik raga. Ini sebagai
simbolik bahwa calon pengantin bertekad untuk berprilaku “bersih”, baik
dalam bertutur kata maupun bertindak. Bersih dalam pikir “cipta”, bersih
dalam hati “rasa” dan bersih dalam bertindak “karsa”.
4. Ritus siraman menyegarkan badan. Selain
segar secara fisik, juga segar mengandung harapan “segar” secara
psikologis. Artinya, menyiapkan dan menyegarkan jiwa untuk melangkah pada
kehidupan yang baru.
5. Ritus Siraman calon pengantin putri dan
calon pengantin putra akan dibersihkan secara lahiriah dan batiniah untuk
menyongsong upacara perkawinan yang dhaup atau panggih menurut adat jawa.
VI.
Syarat-Syarat Upacara Siraman
Setiap ritus agar tetap menampakan
kesakralan, kesucian dan kesyahan dalam pelaksanaannya maka dibutuhkan
syarat-syarat tertentu yang memiliki arti penting dalam setiap bagiannya. Ritual
akan mempunyai dampak, pengaruh dan makna yang dalam ketika semua terpenuhi
secara baik dalam tata caranya dan lengkap dalam persyaratan-persyaratan yang
dibutuhkan. Lalu dalam Ritus Siraman ini apa yang dibutuhkan sebagai sarananya
agar tetap sakral, suci dan syah? Ada beberapa bahan yang sulit dicari bahkan bahan
tersebut banyak diperlukan. Syarat-syarat itu adalah:
a. Syarat
Material yang digunakan
1. Air yang digunakan untuk upacara siraman harus
berasal dari 7 sumber yang tidak mudah dicari. Air berjumlah
tujuh melambangkan harapan hidup saling menolong ”mitulungi, pitulungan”.
Air sumber tua yang tidak pernah kering melambangkan hidup calon pengantin
dapat memberikan penghidupan seperti layaknya air yang tidak pernah kering,
rezeki terus mengalir, kemulian terus didapat dan yang tua dapat memberikan
pengayoman kepada yang lebih muda. Air ini akan dicampur di dalam khendi dengan bunga setaman yang terdiri dari: bunga
mawar, bunga melati, bunga kantil dan bunga kenanga. Percampuran ini
dimaksudkan agar air yang akan disiramkan kepada kedua calon pengantin secara
simbolik mengeluarkan keharuman dan kewangi-wangian. Lalu
cengkir gading dua buah yang dimasukan dalam kembang setaman, dan uang
logam Rp. 50,00 dan juga ada tersedia sehelai kain batik dan beberapa bahan
baju.
2. Bahan
selanjutnya adalah keluarga menyiapakan sesaji dan kosokan siraman untuk
kelangsungan upacara. Sesaji siraman itu antara lain: tumpeng sega janganan
(nasi tumpeng urapan), jajan pasar, nasi tumpeng robyong, dan ayam hidup.
Sesaji ini mempunyai arti bahwa sebagai penghormatan kepada arwah leluhur yang
telah meninggal dunia dan mohon berkat Tuhan agar keluarga yang baru dibangun
dengan hidup rukun, saling hormat-menghormati, penuh kasih sayang dan selamat
sejahtera. Sarana lain sebagai alasnya adalah klasa
bangka baru, daun apa-apa, daun kara, daun kluwih, daun dadap serep, daun
alang-alang. Daun-daunan ini memiliki arti bahwa kedua mempelai diharapkan bisa
hidup seperti pohon menjadi pengayom lingkungan dan agar semuanya dapat
berjalan lancar, selamat sentosa lahir batin (ojo ana sekoro kalis alangan
sak wiji apa). Sarana selanjutnya adalah kain letrek, kain sindur (kain semacam selendang yang berwarna merah, bertepikan putih melambangkan
persatuan rahsa (unsur) ayah dan rahsa ibu), kain yuyu sekandang, kain lurik
puluh watu, kain lawon dan sembagi. Dalam perkawinan kain ini memiliki tujuan untuk
meneruskan kehidupan generasi melalui pembangunan keluarga sejahtera. Segala
rintangan atau hambatan tidak akan melemahkan kenyakinan diri mereka, mereka
tahu apa yang harus diperjuangkan keluarga sejahtera terlebih dengan disertai
doa restu orang tua kedua pengantin.
3. Sarana
lain adalah kosokan untuk menggosok badan. Sarana itu meliputi tepung berat 7
warna, mangir, daun kemuning, air satu klenting dan ratus dengan anglonya.
4. Dua
kelapa hijau yang diikat sabutnya. Ini melambangkan calon pengantin senatiasa
berdua, seia sekata, terikat tali kasih dan sayng hingga akhir hayat; juga
melambangkan kedua calon besan telah bersatu tekad untuk menikahkan
putra-putrinya.
5. Konyoh
mancawarna lulur terbuat dari tepung beras dan kencur serta pewarna. Tepung
konyoh lima warna, ron kemuning, mangir. Konyoh lima warna melambangkan
kemanungalan warna cahaya (pamor) sarana pambukaning pamor ”sarana pembuka
pamor” agar segala unsur cahaya berkumpul dan membuahkan cahaya pamor sehingga
calon pengantin tampak lebih cantik (wanita) dan tampan (pria). Secara simbolik
konyoh manca warna lulur bermakan agar segala cahaya menyatu di tubuh calon
pengantin sehingga calon pengantin tampak beribawa dan indah untuk dipandang.
6. Gayung
siramana yakni gayung yang dipakai untuk mengambil air siraman.
VII.
Rangkaian Upacara Siraman
Dalam pelaksanaan ritus-ritus
dalam kebudayaan masyarakat yang ada, khususnya Ritus Siraman ini mempunyai
urutan-urutan yang sudah ditentukan. Pengurutan itu dibuat agar dapat membantu
jalannya upacara itu sehingga upacara tersebut dapat berjalan dengan lancar dan
baik.
a.
Pangabekti
Sebelum dilakukan upacara
siraman, terlebih dahulu dilakukan upacara ngabekten. Calon pengantin wanita
menghaturkan bakti kepada orang tuanya. Caranya adalah orang tua duduk
berdampingan, ayah disebelah kanan dan ibu disebelah kiri, calon pengantin
dikeluarkan (digandeng) menuju tempat pangabekten, ditempat pangabekten,
calon pengantin wanita menghadap orang tua dengan berjalan jongkok dan sesampai
di depan ayah, calon pengantin menyampaikan sembah dan sungkem
pangabekti kemudian calon pengantin sungkem lagi. Orang tua memberikan
restu dengan memegang bahu calon pengantin. Seletah itu calon pengantin wanita
ngabekti kepada ibu.
Pernyataan yang disampaikan adalah
”Bapak-ibu ingkang satuhu kula bakteni,
wekdal menika kula badhe nglampahi siraman, salajengipun badhe nglampahi dhaup
kaliyan kangmas...... Awit saking punika, kula nyuwun dunga pangestu saha
nyuwun pangampunten sedaya kalepatan kula salaminipun kula ndherek bapak saha
ibu. Boten kesupen kula ugi ngaturaken sembah sungkem pangabekti sarta agunging
panuwun awit sedaya panggulawenthahipun bapak saha ibu dhumateng kula wiwit
kula taksih alit ngantos diwasa. Mugi-mugi bapak saha ibu tansah pinaringan
berkah saha rahmathing Pangeran ingkang mahawelas lan asih. Amin. Kemudian ayah
menjawab”....(nama) kang daktresnani, daktampa pangabektimu, dakapura
sakebehing kaluputan, lan dakparingi pangestu anggomu arep nindakake sesuci
kanthi jamsa pasiraman. Muga-muga bisa suci lair batinmu, sembada jiwa ragamu,
mung rahayu widada kang bakal tinemu, wiwit awal nganti akhire. Amin.
”Artinya adalah ayah-ibu yang sungguh
muliakan, sekarang saya mau melakukan siraman, selanjutnya akan menikah dengan
kangmas..... oleh karena itu, saya mohon doa restu dan memohon maaf atas segala
kesalahan selama saya ikut ayah-ibu. Tidak lupa pula, saya menghaturkan sembah
bakti sungkem serta terima kasih yang tiada tara atas segala didikan ayah-ibu
kepada saya dari kecil hingga dewasa. Semoga ayah-ibu selalu diberi berkah dan
rahmat oleh Tuhan yang Maha Pengasih dan penyayang. Amin. Ayah menjawaba ..yang
saya cintai, saya–ibumu menerima sungkem pangabektimu, saya-ibumu memaafkan
segala kelasahanmu, saya-ibumu melimpahkan doa dan restu semoga suci lahir dan
batinmu melaksanakan siraman, kuat jiwa dan raga hanya keselamtana yang akan
diujmpai dari awal hingga akhir. Amin.
b.
Siraman
Akhir dari upacara
sungkem adalah melanjutkan upacara siraman. Saat inilah calon pengantin akan
menerima siraman atau guyuran yang menjadi inti dari semuanya. Maka untuk
melaksanakan upacara siraman ini ada urutan yang menjadi jalan upacara ini.
Urutan itu anatara lain:
a. Upacara siraman baik bagi calon pengantin
putri maupun pengantin putra dilangsungkan sehari sebelum upacara perkawinan/akad
nikah/ijab kabul dilangsungkan sesuai dengan iman kepercayaan masing-masing.
Hal ini dijalankan agar tidak mempengaruhi jalannya upacara adat.
b. Calon pengantin digandeng menuju ketempat
siraman dan duduk ditempat yang telah disediakan. Orang tua pengantin wanita
meracik warih pamorsing atau toya pamorsih, air diramu oleh orang tua dengan
acara memasukan air pamorsih, menaburkan bumga sritaman dan memasukan dua butir
kelapa hijau yang sudah diikat dengan sabutnya. Lalu dilanjutkan dengan doa
oleh orang yang dipercaya pemangku hajat.
c. Bagi calon pengantin putri di saat upacara
siraman hendaknya memakai kain dengan motif grompal yang dirangkapi dengan kain
mori yang berwana putih bersih dengan panjang dua meter dengan rambut yang
terurai grompal.
d. Bagi calon pengantin putra, yang
memandikan adalah kedua orang tuanya. Bagi calon pengantin putri diharapkan
harus duduk di bangku dan tubuh ditutup dengan kain putih. Di sini para kaum
keluarganya, orang tua calon pengantin putra, para sesepuh wanita yang dipilih
dan para sahabatnya yang ingin menyaksikan upacara itu dan yang terakhir untuk
menyiram calon pengantin adalah juru sembaga (dukun).
Setelah upacara siraman
selelai, siraman ini ditutup oleh juru rias atau sesepuh. Pelaksanaannya adalah
juru rias atau sesepuh mencuci rambut dengan landha merang, santan kanil dan
bayu asem serta mengosokkan konyoh mancawarna pada tubuh calon pengantin, calon
pengantin diguyur dengan air dikepala tiga kali hingga bersih, air yang
digunakan untuk membersihkan wajah telinga, leher, tangan, dan kaki
masing-masing tiga kali, setelah air kendhi kosong, juru phaes membanting
kendhi dengan berucap: ”Niat ingsung ora mecah-mecah kendhi naging mecah
pamore..(saya tidak memecah kendhi tetapi memcah pamornya..) ketika kendhi
sudah pecah seraya berkata, ”wes pecah pamore (sudah terbukalah cahaya auranya)
dan diikuti para hadiri. Lalu calon pengantin mengenakan kain motif grompal dan
menutup badan dengan kain motif nagasari dan langsung kedua orangtuanya
membimbing pengantin untuk melaksanakan acara selanjutnya (upacara ngerik).
VIII. Doa-doa yang diungkapkan
Setiap ritus atau upacara adat, doa adalah suatu bagian dan unsur yang hakiki
di dalamnya. Doa memberi pengharapan
dalam upacara tersebut. Dalam hal ini, Ritus Siraman juga menempatkan doa. Kalimat
doanya adalah:
a. ”Niat ingsun ora mecah kendhi, nanging
mecah pamore anakku”. Artinya niat saya (orang tua pengantin) bukan memecah
kendhi tetapi memecah pamornya anak saya .
b. Saya berniat memandikan pengantin
bertumpahan batu gilang menggunakan gayung pulung sari
c. Supaya memiliki cahaya, cahaya Sang
Sabawaya.
d. Cahaya bersinar bagaikan Sang Rembulan,
Simbar Jaya di dada Sang pengantin.
e. Turunnya para bidadari sekethi kurang
satu, bagaikan Dewi Supraba.
f.
Disiram tanggal satu nampak seperti tanggal sepuluh, dan bila disiram tanggal
sepuluh seperti bulan purnama tanggal lima belas.
Setelah rangkaian upacara
selesai, maka acara selanjutnya adalah bagi calon pengantin putra dan kembali
ke pondokan yang jaraknya tidak jauh dari kediaman pengantin putri. Dalam
kesempatan ini bagi calon pengantin putra dilarang bertemu dengan calon
pengantin putri. Waktu yang tersisa ini digunakan oleh calon pengantin putri
untuk diphaes
(make up), dan dikerik. Dalam pelaksaannya adalah sehari menjelang
upacara perkawinan dilaksanakan.
IX.
Tujuan Keselamatan Menurut Adat dan Iman
Kristiani
Setiap ritual pasti memiliki
tujuan keselamatan yang ingin hendak dicapai. Keselamtan menjadi hal yang
paling mendasar untuk hidup manusia. Maka,
untuk mencapai keselamatan itu manusia berusaha mencari jalan lewat ritus-ritus
atau upacara-uparaca baik menurut adat maupun agamanya masing-masing. Lalu apa
tujuan dari upacara ini dipandang dari sisi adat dan sisi iman kristiani.
Dipandang dari sisi adat, bahwa
Ritus Siraman mau mengungkapkan kesiapan secara lahir dan batin bagi calon
pengantin putra dan calon pengantin putri untuk memasuki dan membangun sebuah
keluarga baru yang nantinya menjadi keluarga yang rukun. Selain itu, agar
prosesi pernikahan berjalan dengan selamat dan kelak dapat membangun keluarga
dengan baik. Harapannya lewat upacara ini, keluarga baru diselamatkan
ketika mendapat kesusahan. Kesiapan itulah hendaknya diawali dengan pembersihan
diri.
Lalu bagaimana Iman Kristiani menyorotinya.
Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, siraman diartikan sebagai
pentahiran dan pembersihan diri dari segala penyakit dan noda dalam hal ini
sebagai proses akan pembebasan mini. Dalam kitab Yesaya 27:3 dijelaskan bahwa
siraman menjadi tanda bahwa manusia senantiasa mendapat perlindungan dari
Allah. Allah yang senantiasa melindungi dan menjaga agar orang lain tidak
menggagunya. Hal yang sama, juga dijelaskan di dalam kitab ke 2 Raja-raja 5:10
bahwa Nabi Elisa menghendaki agar Naaman mentahirkan diri dengan pergi mandi
tujuh kali dalam sungai Yordan. Mengapa Nabi Elisa menghendaki agar Naaman mandi tujuh kali? Dalam perjanjian lama
angka tujuh menjadi angka sempurna. Maka, jika dengan setia Naaman mentaati
perintah Nabi Elisa maka ia akan sungguh sempurna dalam pentahirannya. Dirinya
akan sungguh-sungguh disempurnkan.
Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru,
mandi dapat disimbolkan sebagai simbol pembaptisan yang menyatukan pribadi
manusia dengan Allah dalam persekutuan Gereja. Pembaptisan sarana utamanya
adalah air dan air ini yang akan disiramkan ke dahi calon baptis. Paulus dalam
suratnya kepada jemaat di Efesus 5:22-26 mengungkapkan bahwa kasih Kristus
adalah dasar hidup suami-istri. Agar kasih Kristus itu kudus dalam diri
suami-istri, hendaknya mereka itu membersihkan diri dengan mandi dengan air dan
firman. Air menjadi sarana untuk menyucikan diri. Kesatuan suami-istri menjadi
kesatuan yang luhur dan suci karena Allah menghendaki-Nya. Dalam suratnya
kepada Titus 3:5, Paulus mengungkapkan betapa rahmat Allah telah dirasakan
karena permandian. Permandiaan mengungkapkan betapa ada kelahiran baru dan
pembaharuan baru yang dikerjakan oleh Roh Kudus. Ungkapan Paulus baik kepada
jemaat di Efesus dan kepada Titus sudah menjelaskan maksud dan makna dari
uparaca siraman atau permandian tersebut.
Maka apa yang terjadi dalam adat jawa mengenai Ritus
Siraman adalah suatu upacara yang memiliki dasar dan tujuan yang kuat dan bukan
hanya sekedar siraman saja. Dalam hal ini, pandangan iman kristiani mengenai
Ritus Siraman adalah pandangan yang positif. Mengapa? Ritus tersebut dalam iman
kristiani sudah berjalan sejak dahulu yang terungkap baik dalam Kitab Suci
Perjanjian Lama maupun Kitab Suci Perjanjian Baru. Gereja sampai saat ini pun
khususnya di wilayah jawa masih menerimanya dan menghidupinya sebagia ritus suci.
Gereja menyadari bahwa dalam pewartaanya tidak akan berjalan baik jika Gereja sendiri
tidak mau masuk dalam kultur masyarakat.
X.
Penutup
Masyarakat yang hidup akan
mempunyai kekayaan budaya. Kekayaan kebudayaan inilah yang menggambarkan bahwa
masyarakat tersebut adalah masyarakat yang ada akan keberadaannya. Ritus
Siraman menjadi ritus yang telah mewarnai kebudayaan orang jawa. Bahkan ritus
ini menjadi ritus yang penting menjelang upacara perkawinan. Memiliki doa-doa, simbol-simbol,
syarat-syarat dan makna-makna yang misteri di dalamnya. Sebagai ritus yang
penting, maka ritus ini terus diwariskan turun-terumun. Dalam hal ini, Gereja
(iman kristiani) mengakui keberadaannya sebagai ritus yang memiliki dasar dan
tujuan yang suci dan sakral yaitu
keselamatan yang hendak dicapai terlebih dalam keluarga baru. Banyak hal yang
menarik yang telah menjadi identitas dari salah satu kebudayaan jawa mengenai
upacara adat orang jawa.
Bibliografi
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta: Balai Pustaka, 2003.
Koentjaraningrat, Kebudayaan
Jawa, Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984.
Konferensi
Waligereja Indonesia, Alkitab, Jakarta: LAI, 2001.
Pringgawidagdo,
Suwarna, Tata Upacara Wicara Pengantar Gaya Yogyakarta, Yogyakarata:
Kanisius, 2010.
Sastro Utomo, Sutrisno, Upacara
Daur Hidup Adat Jawa, IKAPI: EFFHAR, 2002.
Wiyasa
Bratawidjaja, Thomas, Upacara Perkawinan Adat Jawa, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1988.
Kata mandi
dijelaskan sebagai tindakan membersihkan tubuh dengan air dan sabun dengan cara
menyiramkan, merendamkan diri dengan air. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), hlm
709.
Kata guyuran dijelaskan sebagai tindakan mengguyur dan
menyiram dengan mengunakan gayung atau ember. Sedangkan curahan dapat diartikan
sesuatu curahan (seperti hujan); hasil mencurahkan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), hlm 378, 225.
Dhaup/Panggih dapat diartikan salah satu upacara adat jawa yang utama, untuk
mengabsyahkan perkawinan dengan disaksikan oleh tamu undangan, para keluarga,
sanak famili, hadai taulan, dan tetangga. Upacara ini dimulai dengan
pemberangkatan calon pengantin laki-laki. Panggih juga dapat diartikan ketemu.
(Sutrisno Sastro Utomo, Upacara Daur Hidup Adat Jawa, (Anggota
IKAPI;EFFHAR, 2002), hlm 69. Dalam upacara panggih selalu diringi dengan
gending-gending antara lain: Ladrang wilujeng pelog barang. Gending ini
digunakan untuk mengiringi pengantin putra menuju ke rumah pengantin putri
untuk dipertemukan. gending kodok ngorek diteruskan ketawang laras maya pelog
barang. Artinya kedua mempelai dipertemukan lalu didudukkan oleh ayah mempelai
putri. Lalu syarat apa yang harus dipenuhi dalam ritus itu? Lagu atau dalam
bahasa jawanya gending-gending ini sungguh memiliki arti yang dalam.
Kedalaman arti yang bisa dirasakan dan ditampakan adalah kegembiaraan dan
sukacita dalam peristiwa itu baik kegembiraan dan sukacita yang sungguh
dirasakan oleh pengantin tersebut maupun para saudara-saudari, pengiring-pengiring
dan kerabat-kerabat lainnya yang ikut dalam perarakan itu. Ada suasana
yang tidak biasa-biasa saja.
Thomas Wiyasa Bratawidjaja, Upacara Perkawinan Adat
Jawa, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,1988), hlm 109-110.
Thomas Wiyasa Bratawidjaja, Upacara Perkawinan Adat
Jawa, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,1988), hlm 109-110.
Doa dari b sampai f adalah
doa menurut Thomas Wiyasa Bratawidjaja, Upacara Perkawinan Adat Jawa, (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan,1988), hlm..